Oleh : Epong Utami (Alumni Sekolah Guru Indonesia Angkatan IV dan Penggiat Pendidikan di @Klinik Pendidikan Nusantara)
Khazanah karakter yang dimiliki suatu bangsa tentu berbeda-beda. Sehingga pengajarannya disesuaikan dengan budaya, norma, dan aturan yang berlaku di negara tersebut. Dalam UUSPN No.20 tahun 2003 dijelaskan pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Namun dalam kenyataan dilapangan, kemampuan kognitif lebih dikedepankan daripada kemampuan afektifnya. Pancasila Sebagai Pilar Pendidikan Karakter.
Pentingnya Pembangunan dan Pendidikan Karakter
Berdasarkan tujuan pendidikan dan kenyataan diatas maka segala komponen pendidikan, seperti perencanaan pendidikan, perencanaan pengajaran kegiatan pembelajaran serta aspek pendidikan lainnya harus saling mendukung demi tercapainya tujuan pendidikan tersebut.
Demi menunjang tujuan pendidikan, Kementerian Pendidikan Nasional telah mencanangkan penerapan pendidikan karakter untuk semua tingkat pendidikan, dari SD sampai Perguruan Tinggi. Prof. Muhammad Nuh selaku Menteri Pendidikan Nasional dalam sambutannya pada peringatan Hari Pendidikan Nasional 2010 menegaskan pentingnya pembangunan dan pendidikan karakter. Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pilar Pendidikan Karakter
Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar Negara
Pancasila sebagai ideologi dan dasar Negara diharapkan tidak hanya berlaku sebagai falsafah bangsa namun juga bisa dijadikan sebagai bahan pembangunan karakter bagi para pelaku pendidikan. Mengingat nilai-nilai yang terkandung didalamnya bersifat substantif meliputi hubungannya kepada Tuhan, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dan lakon kehidupan peserta didik adalah bagaimana pendidik mampu menyiapkan peserta didik untuk mampu hidup ditengah masyarakat yang heterogen.
Nilai-nilai pancasila yang mencakup secara menyeluruh lini kehidupan nyatanya hanya sering diajarkan dalam bidang ilmu sosial. Hingga asumsi pancasila hanya berlaku dalam pelajaran dengan menghafal tiap butir silanya dan sejarah yang melatarbelakanginya.
Menilik pada butir sila ke-1 “Ketuhanan Yang Maha Esa”, pembahasan mengenai Tuhan bukan hanya pada ilmu agama. Tapi pada esensi pengenalan diri individu dan peranannya sebagai khalifah di bumi maka dalam tiap mata pelajaran kenalkanlah esensi penciptaan manusia dan alam semesta sehingga dalam pelajaran ilmu alam pun tidak melulu pendidik mengajarkan peserta didik dengan menalar mengapa hal tersebut bisa terjadi?
Siapa yang Mengenal Ciptaan-Nya Maka Sebenarnya Ia Pun Mengenal Tuhannya
Tapi ajarkan pula mengapa Tuhan membuatnya dapat terjadi?. Contoh kecil pada bidang orbit bumi, menjadikan gravitasi antar benda langit tidak bertumbukan. Tentu Tuhan punya rencana dibalik hal itu, seharusnya itulah yang dapat dijelaskan pendidik kepada peserta didiknya. Dalam suatu perumpamaan siapa yang mengenal ciptaan-Nya maka sebenarnya ia pun mengenal Tuhannya.
Butir sila kedua “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, dapat dijelaskan dengan mengintegrasikan konsep adil dalam pelajaran Matematika. Bukankah dalam suatu persamaan substitusi dan elementer sebenarnya mengajarkan bagaimana menyamakan ruas kiri dan kanan agar nilai “x” yang tidak diketahui dapat ditemukan. Konsep adil tidak hanya berlaku dalam ilmu hukum dengan memberikan dokumen pembuktian hingga asas praduga tak bersalah dapat dijalankan.
Selaras pula dalam ilmu fisika yang menyatakan aksi sama dengan reaksi. Ini adalah bentuk keadilan yang Tuhan secara tersirat ajarkan bahwa adil dimanapun akan bisa mengimbas pada reaksi dari aksi yang diberikan. Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pilar Pendidikan Karakter.
Sila Ketiga “Persatuan Indonesia”
Pembahasan pada sila ketiga “Persatuan Indonesia”, melandasi pepatah yang mengatakan bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. Bangsa ini tidak akan bisa menjadi besar bila ego pribadi yang masih ditonjolkan. Sifat ingin menang sendiri, menjadi latar banyaknya perpecahan.
Ajarkanlah peserta didik untuk saling berkasih sayang terhadap sesamanya dan memahami ragam dari bangsa yang besar ini. Akulturasi harus ditanamkan sehingga peserta didik mampu memahami perbedaan dan mudah melebur dalam aplikasinya.
Disinilah peranan barbahasa diperlukan, tentu berbeda bertutur kata dengan orang yang lebih muda, seusia, dan yang lebih tua perlu seni dalam berkomunikasi sehingga tidak berujung pada kesalahpahaman namun yang lebih penting adalah adab dalam menyampaikannya.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” yang termaktup dalam sila kelima, mengenai adil adalah memperlakukan sesuai dengan porsinya.
Dan karakter yang dibiasakan akan melahirkan pembudayaan yang terinteralisasi nilai-nilai yang diajarkan.